Asuhan keperawatan Maternitas dengan Post partum
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu di Indonesia menurut departemen kesehatan tahun 2002 adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih jauh dibanding dengan sasaran Indonesia sehat 2010 dimana sasaran angka kematian ibu sebesar 150 per 100.000. ( Prawirohardjo S, 2002)
Tiga Penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan dan infeksi. Perdarahan menyebabkan 25% kematian ibu di dunia berkembang dan yang paling banyak adalah perdarahan pasca salin. Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan pasca salin.( Carroli G dkk, 2008)
Penanganan perdarahan pasca salin membutuhkan keahlian tersendiri dan memerlukan kerjasama multi displin. Kegagalan untuk menilai gambaran klinis, perkiraan kehilangan darah yang tidak adekuat, pengobatan yang tertunda , kurangnya kerja tim multidisiplin dan kegagalan untuk mencari bantuan adalah beberapa masalah yang penting untuk diperhatikan. Dokter harus menyadari tindakan bedah dan waktu intervensi yang tepat serta tim yang efektif bekerja dapat memperbaiki hasil akhir (Mukherjee S, Arulkumaran S, 2009).
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan pasca salin terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. (Winkjosastro H dkk ,2002)
Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi ibu maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan, atau jika komponennya tidak dapat segera digunakan. Oleh karena itu, tersedianya sarana dan perawatan sarana yang memungkinkan, penggunaan darah dengan segera merupakan kebutuhan mutlak untuk pelayanan obstetri yang layak. Setiap wanita hamil, dan nifas yang mengalami perdarahan, harus segera dirawat dan ditentukan penyebabnya, untuk selanjutnya dapat diberi pertolongan dengan tepat. Mengingat komplikasi yang sangat fatal dapat terjadi akibat keterlambatan penanganan perdarahan pasca salin, pengenalan dini dan penanganan segera dan tepat terhadap adanya tanda-tanda perdarahan pasca salin akibat atonia uteri akan menyelamatkan penderita dari kematian. Tindakan pertama berupa perbaikan kontraksi uterus harus segera dilakukan secara simultan dengan usaha pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya syok akibat perdarahan tersebut, dalam hal ini penting dilakukan suatu pengawasan yang ketat terhadap tanda-tanda vital penderita dan keseimbangan cairannya.( Prawirohardjo S,2002)
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah pelaksanaan seminar diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan mengetahui asuhan keperawatan pada ibu postpartum dengan perdarahan pasca partum.
2. Tujuan Khusus
1) Mahasiswa mengetahui tentang definisi, pembagian, etiologi dan faktor resiko perdarahan pasca partum
2) Mahasiswa mengetahui tentang manifestasi klinik, komplikasi, patofisiologi dan pathway perdarahan pasca partum
3) Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan perdarahan pasca partum
4) Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan perdarahan pasca partum ( pengkajian, diagnose, implementasi dan evaluasi)
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
A. Pengertian Post Partum
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998).
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1. Early Postpartum
Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
2. Late Postpartum
Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya :
1. Atoni uteri (50-60%).
2. Retensio plasenta (16-17%).
3. Sisa plasenta (23-24%).
4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
5. Kelainan darah (0,5-0,8%).
B. Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1. Atonia Uteri
2. Retensi Plasenta
3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
- Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
- Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4. Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c. Rupture uteri
5. Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia /hipofibrinogenemia Tanda yang sering dijumpai :
- Perdarahan yang banyak.
- Solusio plasenta.
- Kematian janin yang lama dalam kandungan.
- Pre eklampsia dan eklampsia.
- Infeksi, hepatitis dan syok septik.
6. Hematoma
7. Inversi Uterus
8. Subinvolusi Uterus
Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;
1. Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
a. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
b. Grande multipara (lebih dari empat anak).
c. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
d. Bekas operasi Caesar.
e. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
2. Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
a. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.
b. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
c. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
d. Uterus yang lembek akibat narkosa.
e. Inversi uteri primer dan sekunder.
C. Gejala Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadic adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
1. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
2. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
3. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
4. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
5. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat.
D. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
1. Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
a. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
b. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
c. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat.
2. Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
3. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
4. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus. Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
5. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.
a. Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas, Partus lama dan partus terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta, Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.
b. Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta :
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a) Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
b) Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
c) Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
d) Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum
e) dinding rahim.
2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
d. Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.
e. Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri
Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
Pembagian inversio uteri :
1) Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2) Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3) Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
1) Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2) Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
1) Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2) Tarikan tali pusat yang berlebihan.
Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.
Gejala klinis inversio uteri :
1) Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
2) Pemeriksaan dalam :
a) Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
b) Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
c) Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
f. Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma
Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami.
g. Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.
h. Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri.
E. Diagnosa Penunjang
a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%.
c. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
d. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
e. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
f. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
g. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.
F. Penatalaksanaan
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut :
1. Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang signifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri.
2. Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri. Bila perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.
3. Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus, mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.
4. Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang beresiko mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam duduk setelah 12 jam.
5. Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran jarum 18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk penentuan golongan dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang persalinan.
6. Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal, terbukti efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan mengurut uterus secara efektif
7. Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
8. Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter foley untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
9. Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit bila terdapat tanda kegawatan pernafasan.
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik.
Pengkajian terhadap klien post meliputi :
a. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain – lain
b. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta
b) Riwayat kesehatan sekarang
Yang meliputi alasan klien masuk rumah sakit, keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin , mual.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
d) Riwayat obstetrik
Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu haid, HPHT
Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil
Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan
2) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia
3) Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian, respon fisiologis
4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis cairan tubuh, penurunan Hb
5) Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan
6) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak mengenal sumber informasi
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Intervensi Rasional
1 Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskuler berlebihan
DO:
- Hipotensi
- Peningkatan nadi,
- Penurunan volume urin,
- Membran mukosa kering,
- Pelambatan pengisian kapiler
DS:
- Ibu mengatakan urin sedikit
- Ibu mengatakan pusing dan pucat
- Ibu mengatakan kulit kering dan bersisik
Tujuan :
Volume cairan adekuat
Hasil yang diharapkan:
- TTV stabil
- Pengisian kapiler cepat
- Haluaran urine adekuat Mandiri:
1. Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan, perhatikan faktor-faktor penyebab atau memperberat perdarahan seperti laserasi, retensio plasenta, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion.
2. Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan ; timbang dan hitung pembalut ; simpan bekuan darah, dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.
3. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatakan tangan kedua tepat diatas simfisis pubis
4. Perhatikan hipotensi / takikardia, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar, kuku, membran mukosa dan bibir.
5. Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau tekanan bagi arteri pulmonal, bila ada
6. Pantau masukan aturan puasa saat menentukan status/kebutuhan klien
7. Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis
- Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan untuk memberikan kesempatan mencegah terjadinya komplikasi
- Perkiraan kehilangan darah, arternal versus vena dan adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian (catatan : satu gram peningkatan berat pembalut sama dengan kira-kira 1 ml kehilangan darah)
- Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan diatas simfisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama messase
- Tanda-tanda ini menunjukkan hipovolemik dan terjadinya syok. Perubahan pada Tekanan Darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30-50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia (rujuk pada DK : perfusi jaringan, perubahan)
- Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
- Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikasi kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan haluaran 30-50 ml/jam atau lebih besar
- Meningkatkan relaksasi dapat menurunkan ansietas dan kebutuhan metabolic
2 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
DO:
- Penurunan pulsasi arteri,
- Ekstremitas dingin
- Perubahan tanda-tanda vital
- Pelambatan pengisian kapiler
- Penurunan produksi ASI
DS:
- Ibu mengatakan Asi sedikit
- Ibu mengatakan tangan dan kakinya dingin
Tujuan : Tidak terjadi perfusi jaringan
Kriteria hasil :
• Menunjukkan tanda-tanda vital dalam rentang normal
• Ekstremitas hangat
• Kapiler refill < 3 detik
• Peningkatan produksi ASI
• Nilai laboratorium dalam rentang normal yaitu Hb/Ht, GDA
1. Perhatikan Hb/Ht sebelum dan setelah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi dan berat badan
2. Pantau tanda-tanda vital, catat derajat dan durasi episode hipovolemik
3. Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan perilaku
4. Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi, dan lidah. Perhatikan suhu kulit
5. Kaji payudara setiap hari, perhatikan ada atau tidaknya laktasi dan perubahan pada ukuran payudara
Kolaborasi
6. Pantau GDA dan kadar pH
7. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan - Nilai bandingan membantu menentukan beratnya kehilangan darah. Status yang ada sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya cedera dar kekurangan oksigen
- Luasnya keterlibatan hipofisis dapat dihubungkan dengan derajat dan durasi hipotensi. Peningkatan frekuensi pernafasan dapat menunjukkan upaya untuk mengatasi asidosis metabolic pada pasien
- Perubahan sensorium adalah indikator dini dari hipoksia. Sianosis, tanda lanjut, mungkin tidak tampak sampai kadar PO2 turun dibawah 50 mmHg
- Pada kompensasi vasokonstriksi dan pirau organ vital, sirkulasi pada pembuluh darah perifer diturunkan yang mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin.
- Kerusakan atau keterlibatan hipofisis anterior menurunkan kadar prolaktin mengakibatkan tidak adanya produksi ASI dan akhirnya menurunkan jaringan payudara.
- Membantu dalam mendiagnosa derajat hipoksia jaringan atau asidosis yang diakibatkan dari terbentuknya asam laktat dari metabolisme anaerob
- Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transport sirkulasi ke jaringan
3 Ansietas b.d krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian, ransmisi / penularan antar pribadi, respons fisiologis (pelepasan Katekolamin)
DS::
- Klien mengungkapkan perasaan cemas.
DO:
- fokus perhatian menyempit pada diri sendiri
- gelisah
- peningkatan ketegangan
Tujuan:
Ansietas dapat berkurang/ terkontrol
Kriteria Hasil :
• Klien mengungkapkan kesadaran terhadap perasaan dan penyebab ansietas
• Klien mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan
• Melaporkan ansietas berkurang
• Tampak rileks, dapat tidur/istirahat dengan tepat Mandiri
1. Evaluasi respons psikologis serta persepsi klien terhadap kejadian hemoragi pasca partum.
2. Evaluasi respons fisiologis pada hemoragi pasca partum, misalnya takikardia, takipnea, gelisah atau iritabilitas
3. Sampaikan sikap tenang, empati dan mendukung
4. Berikan informasi tentang prosedur tindakan dan keefektifan intervensi
5. Bantu klien dalam mengidentifikasi perasaan ansietas, berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
6. Kaji strategi koping dan implikasi jangka panjang dari episode hemoragi
- Membantu dalam membentuk rencana perawatan. Persepsi klien tentang kejadian mungkin menyimpang, memperberat ansietasnya
- Meskipun perubahan pada tanda vital mungkin karena respons fisiologis, ini dapat diperberat atau dikomplikasi oleh faktor-faktor psikologis
- Dapat membantu klien mempertahankan kontrol emosional dalam berespons terhadap perubahan status fisiologis. Membantu dalam menurunkan transmisi ansietas antar pribadi
- Informasi akurat dapat menurunkan ansietas dan ketakutan yang diakibatkan oleh ketidaktahuan
- Pengungkapan memberikan kesempatan untuk memperjelas informasi, memperbaiki kesalahan konsep dan meningkatkan perspektif, memudahkan proses pemecahan masalah
- Ansietas berat atau lama dapat diantisipasi bila komplikasi permanen
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam setelah kelahiran dan biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui saluran genital. Perdarahan postpartum dibagi menjadi dua yaitu perdarahan postpartum primer, yang terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir dan perdarahan postpartum sekunder yang terjadi lebih dari 24 jam sampai dengan 6 minggu setelah kelahiran bayi.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan perdarahan post partum, antara lain 4T (tone dimished, trauma, tissue, thrombin). Faktor resiko yang dapat menyebabkan perdarahan post partum antara lain grande multipara, perpanjangan persalinan, chorioamnionitis, hipertensi , kehamilan multiple, injeksi magnesium sulfat, perpanjangan pemberian oxytocin.
Tanda dan gelaja perdarahan postpartum secara umum antara lain perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Pasien mengeluh lemah,limbung, berkeringat dingin, menggigil. Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah (sistolik <90 mmHg) nadi (>100x/menit) dan napas cepat, pucat (Hb <8%), extremitas dingin, sampai terjadi syok.
Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus perdarahan postpartum adalah anemia dan kematian akibat perdarahan yang tidak segera ditangani. Diagnosa yang muncul antara lain kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam, gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam, nyeri berhubungan dengan terputusnya inkontinuitas jaringan, ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan dan ancaman kematian, resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan dan prosedur yang kurang steril dan resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
Perdarahan pasca persalinan adalah suatu kejadian mendadak dan tidak dapat diramalkan yang merupakan penyebab kematian ibu di seluruh dunia. Sebab yang paling umum dari pendarahan pasca persalinan dini yang berat (yang terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan) adalah atonia uteri (kegagalan rahim untuk berkontraksi sebagaimana mestinya setelah melahirkan). Plasenta yang tertinggal, perlukaan jalan lahir dan inversio uteri, juga merupakan sebab dari pendarahan pasca persalinan. Pendarahan pasca persalinan lanjut (terjadi lebih dari 24 jam setelah kelahiran bayi) sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.
Saat-saat setelah kelahiran bayi dan jam-jam pertama pasca persalinan adalah saat penting untuk pencegahan, diagnosa, dan penanganan pendarahan. Dibandingkan dengan resiko-resiko lain pada ibu seperti infeksi, maka kasus pendarahan dengan cepat dapat mengancam jiwa. Seorang ibu dengan pendarahan hebat akan cepat meninggal jika tidak mendapat perawatan medis yang sesuai, termasuk pemberian obat-obatan, prosedur klinis sederhana, transfusi darah dan atau operasi.
Di daerah atau wilayah dengan akses terbatas memperoleh perawatan petugas medis, transportasi dan pelayanan gawat darurat, maka keterlambatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan menjadi hal yang biasa, sehingga resiko kematian karena pendarahan pasca persalinan menjadi tinggi. Semua ibu hamil harus didorong untuk mempersiapkan kehamilan dan kesiagaan terhadap komplikasi, dan agar melahirkan dengan bantuan seorang dokter atau bidan, yang dapat memberikan perawatan pencegahan pendarahan pasca persalinan. Keluarga dan masyarakat harus mengetahui tanda-tanda bahaya utama, termasuk pendarahan masa kehamilan. Semua ibu harus dipanatau secara dekat setelah melahirkan terhadap tanda-tanda pendarahan tidak normal, dan para pemberi perawatan harus dapat dan mampu menjamin akses ke tindakan penyelamatan hidup bilamana diperlukan.
Penanganan perdarahan pasca salin memerluka penanganan multi disiplin untuk mengurangi angka mortalitas dan morbiditas. Salah satu algoritma penanganan perdarhan pasca salin yang disebabkan atoni arteri adalah ‘HAEMOSTASIS’.
H –Ask for HELLP and Hands on the uterus (uterine massage)
A – (Assess (vital signs, blood loss) and resuscitate)
E – Estabilish aetology, ecbolics, ensure availabity of blood
M – Massaging the uterus
O – Oxytocin infusion, prostaglandin
S – Shift to theatre—exclude retained products and trauma:bimanual
Compression
T – Tamponade (balloon) or uterine packing
A – Applying the compression suture
S – Systematic pelvic devascularisation
I – Interventional radiologist and uterine artery embolisation
S – Subtotal or Total abdominal histerektomy
Dengan mengetahui alur penanganan perdarahan pasca salin yang terutama disebabkan atonia uteri diharapkan dapat mengurangi angka kematian ibu saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Akhter S, Begum MR, Kabir Z, Rashid M, Laila TR, Zabeen F.(2003): Use of a condom to control massive PPH. Medscape General Medicine.
AlanH, DeCherney , Lauren Nathan ( 2003) Curren Obstretric & Gynecologic Diagnosis & Tretment, Ninth edition; The McGraw-Hill Companies, Inc
Carroli G,Cuesta C, Abalos E,Gulmezoglu AM, (2008): Epidemiology of postpartum haemorrhage:a systematic review; Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology,vol 22:6 , 999-1012
Castaneda S, Karrison T, Cibils LA, (2000):Peripartum Hysterectomy , J Perinat med, vol 28(6):472-81
Chandraharan E, Arulkumaran S.(2008) : Surgical aspects of postpartum haemorrhage. Best Pract Res Clin Obstet Gynecol ;22: 1089–1102
John M. Kirby, John R. Kachura, Dheeraj K. Rajan, Kenneth W. Sniderman, Martin E. Simons, Rory C. Windrim, John C. Kingdom, (2009) : Arterial embolization for primary postpartum hemorrhage, Journal of Vascular and Interventional Radiology, Volume 20, Issue 8, Pages 1036-1045
Mukherjee S, Arulkumaran S, (2009): Post-partum haemorrhage; Obsterics, Gynaecology and Reproductive medicine, vol 19:5, hal 122-126
Prawirohardjo S.(2002) : Perdarahan Pasca Persalinan. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
PENGOBATAN HERBAL
OBAT SAKIT GIGI TRADISIONAL
Obat Sakit Gigi Tradisional Penyebab sakit gigi bisa beberapa hal, diantaranya gigi berlubang, retak, terkikis, kebanyakan makan permen ka...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang DEPARTEMEN Kesehatan (Depkes) mengungkapkan rata-rata per tahun terdapat 401 bayi baru la...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningitis Ensefalitis Merupakan Penyakit Yang Menyerang System Saraf.Kebanyakan Penyakit...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar