ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DEMAM THYPOID

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 2001 ).
Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderungmeningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam tifoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier (http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html).
Demam typhoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana air yang baik dapatmengurangi penyebaran penyakit ini (http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html).
Penyebaran geografis dan musim : Kasus-kasus demam typhoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia. Penyebarannya tidak  bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah yangkebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.
Penyebaran usia dan jenis kelamin: Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak. Orang dewasa seringmengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh sendiri.Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawahini. Usia persentase: 12 – 29 tahun 70 – 80 %, 30 – 39 tahun 10 – 20 %, > 40 tahun 5 – 10 % (http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html).

B.       Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum:
Tujuan umum dari penulisan karya tulis ilmiah adalah sebagai berikut :
Diharapkan mahasiswa dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik dan tepat waktu.
2.      Tujuan khusus:
a.       Meningkatkan pengetahuan tentang konsep dan teori keperawatan klien dengan penyakit Demam Typhoid.
b.      Memberikan asuhan keperawatan secara tepat melalui dari tahap pengkajian, perumusan dari diagnosa keperawatan, pembuatan rencana tindakan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi terhadp tindakan dan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan.
c.       Menggunakan sebagai bahan perbandingan antara konsep dan teori yang didapat dengan khusus yang ada dilapangan.
d.      Mengidentifikasi faktor penghambat dan penunjang dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Demam Typhoid di Ruang Penyakit Dalam Wanita Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Lhokseumawe.














BAB II
LANDASAN TEORI

A.      Definisi
Deman Typhoid adalah penyakit akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan segala deman, gangguaan pada saluran pencernaan. (Mansjoer, 2002,; 432)
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 2001 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. (www.sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.

B.       Anatomi Fisiologi
1.      Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari dua bagian yaitu:
a.       Bagian atas: gusi, gigi, bibir, dan pipi.
b.      Bagian dalam/rongga mulut.
2.      Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus).
3.      Esofagus
Terletak di mediastrium rongga torakal, anterior terhadap tulang punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung. Selang yang dapat mengempis ini, yang panjangnya kira-kira 25 cm (10 inci), menjadi distensi bila maknan melewatinya.
4.      Lambung
Ditempatkan dibagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat di bawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas sekitar 1500 ml. Intlet ke lambung disebut pertemuan esofagogastirk. Bagian ini dikelilingi oleh cincin otot halus , disebut sfringter esofagus bawah atau springter kardia. Yang pada saat kontraksi, menutup lambung dari esofagus. Lambung dapat dibagi kedalam empat bagian anatomi: kardia (jalan masuk), fundus, korpus dan pilarus ( outtlet).
5.      Springter piloris
Otot halus serkuler di diding pilorus yang berfungsi mengontol lubang diantara lambung dan usus halus.
6.      Usus halus
Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada seikum, dengan panjangnya kurang lebih 2 m.
Lapisan usus halus terdiri dari:
a.       Lapisan mukosa
b.      Lapisan otot
c.       Lapisan serosa (luar)
Usus halus terdiri dari 2 bagian yaitu:
a.       Duodenum (usus duabelas jari)
Dengan panjang kurang lebih 25 cm, pada duo denim terdapat muara saluran empedu dan saluran pankreas.
b.      Yeyunum dan ileum
Dengan panjang kurang lebih 6 m, ujung bawah illeum berhubungan dengan perantaraan lubang yang bernama orifisim illeoseikal.
Fungsi usus halus:
a.       Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler oleh darah dan saluran limpa.
b.      Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
c.       Menyerap karbohidrat dalam bentuk monosakarida.
Dalam usus halus teradapat kelenjar yang menghasilkan getah usus antara lain:
a.       Entero kinase, mengaktifkan enzim proteolitik.
b.      Eripsin, menerima protein menjadi asam amino.
7.      Usus besar
Usus besar panjangnya kurang lebih 1,5 m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan usus besar terdiri dari (dari dalam keluar):
a.       Selaput lendir
b.      Lapisan otot
c.       Lapisan ikat
d.      Jaringan ikat
Fungsi usus besar:
a.       Menyerap air dari makanan
b.      Tempat tinggal bakteri coli
c.       Tempat feses
Usus besar terdiri dari 7 bagian:
a.       Sekum
b.      Kolon asenden
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari illeum sampai ke hati, panjangnya kurang lebih 13 cm.
c.       Apendik (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang kurang lebih 6 cm
d.      Kolon tranversum
e.       Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang kurang lebih 38 cm.
f.       Kolon desenden
g.      Terletak dalam rongga abdomen sebelah kiri membujur dari atas ke bawah dengan panjangnya kurang lebih 25 cm.
h.      Kolon sigmoid
Terletak di dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf  ‘S’, ujung bawah berhubungan dengan rektum.
i.        Rektum
Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.

C.      Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

D.    Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

E.       Manifestasi Klinis
Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
1.      Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
2.      Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

F.       Kompikasi
a.      Komplikasi intestinal
1.      Perdarahan usus
2.      Perporasi usus
3.      Ilius paralitik
b.      Komplikasi extra intestinal        
1.      Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2.      Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
3.      Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4.      Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5.      Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6.      Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7.      Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

G.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
1.      Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2.      Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3.      Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a)         Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.


b)      Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c)      Vaksinasi di masa lampau      
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d)     Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
4.      Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a)      Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b)      Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c)      Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Pada orang normal, agglutinin O dan H positif. Aglutinin O bisa sampai 1/10 sedangkan agglutinin H normal bisa 1/80 atau 1/160. 1/10. 1/80, 1/160 ini merupakan titer atau konsentrasi. Pada orang normal tetap ditemukan positif karena setiap waktu semua orang selalu terpapar kkuman Salmonella. Tes widal dikatakan positif jika H 1/800 dan O 1/400.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
1.      Faktor yang berhubungan dengan klien :
a.       Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
b.      Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
c.       Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
d.      Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
e.       Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
f.       Vaksinasi (penanaman bibit penyakit yg sudah dilemahkan ke dl tubuh manusia) dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
g.      Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
h.      Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
2.         Faktor-faktor Teknis
a.       Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
b.      Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
c.       Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.

H.      Penataksanaan
a.       Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
b.      Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
c.       Diet.
d.      Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
e.       Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
f.       Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
g.      Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
h.      Obat-obatan.
i.        Klorampenikol
j.        Tiampenikol
k.      Kotrimoxazol
l.        Amoxilin dan ampicillin
BAB III
TINJAUAN KASUS

A.      Pengkajian
1.      Identitas Klien.
Nama                           : Ny. S.
Umur                           :  72 th.
Jenis Kelamin              : Perempuan.
Pekerjaan                     : Ibu Rumah Tangga.
Alamat                         : Matangkuli.
Status                          : Sudah Menikah.
Agama                         : Islam.
Suku Bangsa               : Aceh
Dx Medis                    : Demam Typhoid.

2.      Riwayat Penyakit.
a.       Keluhan Utama.
Saat masuk rumah Sakit px merasakan kepalanya pusing, , badan panas dingin, mual dan muntah.
Saat pengkajian px juga mengeluh kepala pusing, badan panas dingin, mual dan muntah.
b.      Riwayat Penyakit Sekarang.
Sebelum masuk ke Rumah Sakit + 1 minggu yang lalu px merasakan badannya panas, mual dan muntah. Kemudian px pergi ke Dokter dan Dokter memberinya injeksi dan obat oral, akan tetapi setelah minum obat px menggigil dan kondisinya semakin memburuk, keesokan harinya px pergi ke Puskesmas dan pihak Puskesmas menganjurkan px untuk rawat inap di Rumah Sakit. Px berencana pergi ke Rumah Sakit keesokan harinya akan tetapi pada malam harinya kondisi px semakin melemah, badan panas dingin, menggigil disertai juga dengan rasa mual dan muntah-muntah. Dan pada malam itu juga px dibawa keluarganya ke RSU. Cut Meutia Lhokseumawe.    


3.      Pemeriksaan Fisik.
a.       Keadaan Umum.
TTV:   TD    : 110/80 mmHg.
            N      : 80 x/m.
            S       : 38,9 ‘C.
            R       : 22 x/m.
            BB    : Sebelum masuk rumah sakit : 74 kg.
                       Saat pengkajian : 74 kg.
                      TB    : 156 cm.

B.       Analisa Data
No
Data
Masalah
Etiologi
1.
DO :
Px tampak menggigil dan menggunakan selimut .
TTV:   TD    : 110/80 mmHg.
        N       : 80 x/m.
        S       : 38,9 ‘C.
        R       : 22 x/m.

DS  :
Px mengeluh menggigil sehingga memakai selimut.
Gangguan rasa nyaman: Demam.
Adanya infeksi kuman salmonella.
2.
DO :
Px tampak hanya berbaring dan sekali-sekali duduk.

DS  :
Px mengeluh hanya beraktifitas berbaring dan bila duduk terlalu lama akan merasa pusing.
Ganggguan keterbatasan aktifitas.
Adanya pusing.
3.
DO :
Px tampak lemah, tidak menghabiskan porsi makanan yang disediakan ( Hanya separo / BB TKTP rendah serat ).
BB : Sebelum MRS : 74 kg.
Saat pengkajian : 74 kg.
TB : 156 cm. 

DS  :
Px mengatakan makan sedikit karena tidak ada nafsu makan.
Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari keperluan tubuh.
Intake makanan yang kurang, mual dan muntah.

C.      Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan rasa nyaman: Demam B. D Adanya infeksi kuman salmonella.
2.      Ganggguan keterbatasan aktifitas B. D Adanya pusing.
3.      Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari keperluan tubuh B. D Intake makanan yang kurang, mual dan muntah.

D.      Intervensi Keperawatan

No
Diagnosa
Keperawatan
Perencanaan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
Gangguan rasa nyaman: Demam B. D Adanya infeksi kuman salmonella.
DO :
Px tampak menggigil dan menggunakan selimut .
TTV:
TD : 110/80 mmHg
N : 80 x/m.
S : 38,9 ‘C.
R : 22 x/m.

DS  :
Px mengeluh menggigil sehingga memakai selimut.
Demam berkurang setelah beberapa hari perawatan.
Kriteria Evaluasi:
1.      TTV dalam batas normal.
2.      Klien tidak tampak menggigil.
3.      Klien tidak mengeluh menggigil lagi
1.      Monitor TTV.
2.      Kaji tanda-tanda infeksi.
Kolaborasi:
3.      Beri Ciprolaxacin 2 x 500 mg dan paracetamol 3 x 500 mg.
1.      Mengetahui keadaan umum klien.
2.      Mengetahui tanda infeksi.
Kolaborasi
3.      Untuk mematikan kuman penyebab infeksi dan penahan nyeri, penurun panas.
2.



Ganggguan keterbatasan aktifitas B. D Adanya pusing.
DO :
tampak hanya berbaring dan sekali-sekali duduk.

DS  :
Px mengeluh hanya beraktifitas berbaring dan bila duduk terlalu lama akan merasa pusing.

Aktifitas kembali normal dalam beberapa hari perawatan.
Kriteria Evaluasi:
1.      TTV dalam batas normal.
2.      Px tampak dapat beraktifitas secara normal sebagaimana biasanya.
3.      Px mengatakan dapat beraktifitas secara normal sebagaimana biasanya.
1.      Monitor TTV.
2.      Bantu px dalam beraktifitas.
1.      Mengetahui keadaan umum klien.
2.      Memudah-kan klien dalam beraktifitas.

3.
Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari keperluan tubuh B. D Intake makanan yang kurang, mual dan muntah.
DO :
Ø  Klien tampak lemah, tidak menghabiskan porsi makanan yang disediakan ( BB TKTP rendah serat ).
BB :
Ø  Sebelum MRS : 74 kg.
Ø  Saat pengkajian :       74 kg.

DS  :
Px mengatakan makan sedikit karena tidak ada nafsu makan.
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi selama 3 hari perawatan.
Kriteria Evaluasi:
1.   Klien dapat dan tampak menghabiskan porsi makanan yang disediakan.
2.   Klien mengatakan dapat makan seperti biasa.
1.      Monitor TTV.
2.      Anjurkan klien makan sedikit demi sedikit.
3.      Beri motivasi terus untuk makan.
Kolaborasi:
4.      Beri pehavral 1x1 dan primperan 3x1.
1.   Mengetahui keadaan umum klien.
2.   Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
3.   Agar klien mau makan untuk kesembuhannya.
Kolaborasi:
4.   Sebagai multivitamin,mineral dan anti mual dan muntah.


















E.       Implementasi dan Evaluasi
No
Implementasi
Evaluasi
1.
1.      Memonitor TTV.
2.      Mengkaji tanda-tanda infeksi.
Kolaborasi:
3.      Memberi Ciprolaxacin 2 x 500 mg dan paracetamol 3 x 500 mg.




S :  
Px mengeluh menggigil, terganggu aktifitas, dan hanya makan sedikit.
O :
Px tampak menggigil, hanya berbaring dan sekali-sekali duduk, dan tidak menghabiskan porsi makanan yang disediakan (BB TKTP Rendah Serat).
TTV: TD : 110/80 mmHg.  N : 80 x/m.
S  : 38,9 ‘C.  RR : 22 x/m.
A :
Masalah belum teratasi.
P :
Intervensi dilanjutkan.
2.
1.      Memonitor TTV.
2.      Membantu px dalam beraktifitas.








S :
Px tidak mengeluh menggigil, tapi terganggu aktifitas, dan hanya makan sedikit.
O :
Px tampak tidak menggigil, hanya berbaring dan sekali-sekali duduk, dan tidak menghabiskan porsi makanan yang disediakan
TTV: TD : 110/80 mmHg.  N : 80 x/m.
S  : 36 ‘C.  RR : 20 x/m.
A :
Masalah teratasi sebagian.
P :
Intervensi dilanjutkan.
3.
1.      Memonitor TTV.
2.      Menganjurkan klien makan sedikit demi sedikit.
3.      Memberi motivasi terus untuk makan.
Kolaborasi:
1.      Memberi pehavral 1x1 dan primperan 3x1.
S :
Px tidak mengeluh menggigil, tapi terganggu aktifitas, dan hanya makan sedikit.
O :
Px tampak tidak menggigil, hanya berbaring dan sekali-sekali duduk, dan tidak menghabiskan porsi makanan yang disediakan.
TTV: TD : 120/80 mmHg.  N : 80 x/m.
S  : 37 ‘C.  RR : 20 x/m.
A :
Masalah teratasi sebagian.
P :
Intervensi dilanjutkan.


BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Typhoid ialah suatu infeksi pada saluran pencernaan (usus halus) yang disebabkan oleh bakteri salmonella thypi dengan masa tunas 10-20 hari yang tersingkat 4 hari jika terinfeksi melalui makanan. Jika melalui minuman selama 30 hari. Dengan gejala demam, lidah khas (putih, kotor), meteorimus, dan perasaan tidak enak di perut. Dan penyebabnya adalah kuman salmonella thypi yang kuman yang dibawa lalat.
Dengan adanya kasus ini, maka diharapkan semua orang lebih menjaga kebersihan diri, seperti mencuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, serta hindari minum air mentah.

B.       Saran
*      Bagi mahasiswa
Agar mahasiswa mengetahui tentang typhoid.
*      Bagi pembaca
Agar pembaca dapat mengetahui pencegahan dan penanganan yang tepat jika terjadi typhoid.










DAFTAR PUSTAKA

Brunners & Suddart, (2002), Buku Ajar Keperawatan, Edisi 8, Penerbit EGC, Jakarta.
Doengoes, Marilyn E., (2002), Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Tujuan Perawatan Pasien, Edisi III, EGC, Jakarta.
Evelyn C., Pearce, (2002), Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Nursalam, (2001), Proses Dokumentasi Keperawatan, Edisi I, Salemba Medika, Jakarta.
Pengertian Demam Tipoid. Diambil tanggal 8 Juni 2012  http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html
Definisi Typoid. Diambil pada tanggal 8 Juni 2012. Asuhan Keperawatan dengan Demam Tipoid. Diambil tanggal 9 Juni 2012. http://denfirman.blogspot.com/2010/06/asuhan-keperawatan-typoid.html
Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan. Diambil pada tanggal 9 Juni 2012. http://blogs.unpad.ac.id/haqsbageur/2010/03/26/anatomi-dan-fisiologi-sistem-pencernaan-manusia/
Sudoyo, Aru W., (2006) , Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid III, FKUI, Jakarta.
Tarwono, Wartonah, (2004), Kebutuhan Dasar Manusi dan Proses Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENGOBATAN HERBAL

OBAT SAKIT GIGI TRADISIONAL

  Obat Sakit Gigi Tradisional Penyebab sakit gigi bisa beberapa hal, diantaranya gigi berlubang, retak, terkikis, kebanyakan makan permen ka...