Asuhan Keperawatan Dengan Asfiksia

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2009). Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi tubuh. Derajat vitalitas adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan reflek-reflek primitif seperti menghisap dan mencari puting susu. Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan benar keadaan umum bayi akan menurun dengan cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin dapat pulih kembali dengan spontan dalam 10 – 30 menit sesudah lahir namun bayi tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan masalah asfiksia neonatorum. 2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa mampu membuat pengkajian pada klien dengan masalah asfiksia neonatorum. b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnose pada klien dengan masalah asfiksia neonatorum. c. Mahasiswa mampu mengimplementasi pada klien dengan masalah asfiksia neonatorum. d. Mahasiswa mampu mengevaluasi pada klien dengan masalah asfiksia neonatorum. C. Manfaat 1. Bagi Mahasiswa Dengan adanya makalah yang membahas mengenai materi asfeksia diharapkan kepada mahasiswa agar dapat mengetahui penyebab asfeksia dan pencegahannya agar terhindar dari asfeksia baik untuk dirinya sendiri maupun keluarga 2. Bagi Masyarakat Dengan adanya makalah ini kita sebagai mahasiswa dapat mengetahui mengenai penyaki asfeksiadan memberikan penyuluhan kepada masyarak agar mampu menjaga kesehatan anaknya. 3. Bagi Institusi Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi refrensi untuk mendapat pengetahuan tentang bahayanya penyakit asfeksia yang dapat menyebabkan kematian BAB 2 LANDASAN TEORI A. Pengertian Asfiksia Neonatorum Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2009). Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. (Sarwono, 2007). Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 2008). Asfiksia Neonatus adalah suatua keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 2008). B. Etiologi 1. Faktor ibu a. Hipoksia ibu Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. b. Gangguan aliran darah uterus Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada anemia, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, 2. Faktor plasenta Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta. 3. Faktor fetus Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat yang tertekan, menumbung,dll. 4. Faktor neonates Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu. C. Manifestasi Klinis Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaraya : a. Fungsi jantung terganggu akibat peningkatan beban kerja jantung b. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan. Gejala klinis : a. Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara berangsur-agsur berkurang dari bayi memasuki periode apneu primer. b. Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat Gejala lanjut pada asfiksia : a. Pernafasan megap-megap yang dalam. b. Denyut jantung terus menurun. c. Tekanan darah mulai menurun. d. Bayi terlihat lemas (flaccid). e. Menurunnya tekanan O2 (PaO2). f. Meningginya tekanan CO2 (PaO2). g. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler. D. Patofisiologi Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera. E. Klasifikasi Tanda 0 1 2 Jumlah Nilai Frekuensi Jantung Tidak Ada Kurang dari 100 X/menit Lebih dari 100 X/menit Usaha Bernafas Tidak Ada Lambat, Tidak Teratur Menangis Kuat Tonus Otot Lumpuh Ekstremitas Fleksi Sedikit Gerakan Aktif Refleks Tidak Ada Gerakan Sedikit Menangis Warna Kulit Biru/Pucat Tubuh Kemerahan, Ekstremitas Biru Tubuh dan Ekstremitas Kemerahan a. Nilai 0-3 : Asfiksia berat b. Nilai 4-6 : Asfiksia sedang c. Nilai 7-10 : Normal Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar) Asfiksia neonatorum di klasifikasikan : a. Asfiksia Ringan ( vigorus baby) Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa. b. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia) Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada. c. Asfiksia Berat Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat. F. Komplikasi Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain : 1. Hipoksia dan iskemia otak Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak. 2. Anuria atau oliguria Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan terganggu sehingga darah yang seharusnya dialirkan keginjal menurun. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pengeluaran urine sedikit. 3. Koma Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak. G. Pemeriksaan Diagnostic Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari hipoksia janin. Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu : 1. Denyut jantung janin Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan/menit, selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai di bawah 100 kali permenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik elektrokardigraf janin digunakan untuk terus-menerus menghadapi keadaan denyut jantung dalam persalinan. 2. Mekonium dalam air ketuban Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. 3. Pemeriksaan pH darah janin Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh (sampel) darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu: a. Analisa gas darah b. Elektrolit darah c. Gula darah d. Berat bayi e. USG ( Kepala ) f. Penilaian APGAR score g. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan H. Penatalaksanaan Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi : 1. Memastikan saluran nafas terbuka : a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea c. Bila perlu masukan ET untuk memastikan pernapasan terbuka 2. Memulai pernapasan : a. Lakukan rangsangan taktil. Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk telapak kaki.Lakukan penggosokan punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi. b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif. 3. Mempertahankan sirkulasi darah : Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus : 1. Tindakan umum a. Pengawasan suhu b. Pembersihan jalan nafas c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan 2. Tindakan khusus a. Asphyksia berat Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonat natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi. b. Asphyksia ringan dan sedang Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonat natrium dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat. BAB III TINJAUAN KASUS Tanggal pengkajian : 7 Februari 2013 Nama pengkaji : Rosliana Ruang : Ruang NICU A. IDENTITAS 1. Identitas Klien Nama : By. Ny. R Tanggal lahir : 08 April 2018 Jenis kelamin : Laki-laki BB : 2500 gr Diagnosa Medik : Asfiksia berat B. RIWAYAT KEPERAWATAN 1. Keluhan utama Bayi lahir post SC dengan sesak nafas 2. Riwayat penyakit sekarang Bayi baru lahir post SC dengan indikasi gagal vakum 1x, bayi di vakum 1x±15 menit kemudian gagal. 1 jam sebelum lahir direncanakan SC, bayi lahir secara SC, jenis kelamin laki-laki, bayi tidak langsung nangis, nafas tidak spontan, BB 2750 gram, PB: 48cm, Apgar skor : 3-4-5, tonus otot lemah, bayi pucat, air ketuban hijau. Hasil TTV : Nadi : 105 x/m, RR : 46 x/m, S : 350C. Pada jam 23.46 bayi dapat bernafas spontan, lalu di cek TTV( Nadi : 140x/m, RR : 80x/m), bayi mengalami sianosis, tonus otot sangat lemah, bayi agak pucat. Saat dilakukan pengkajian keadaan bayi masih lemah, tonus otot lemah, agak sianosis, bayi menangis. Hasil TTV( N : 148x/m, S : 35,50C, RR : 55x/m). 3. Riwayat penyakit dahulu Tidak terkaji 4. Riwayat penyakit keluarga Di dalam keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menurun dan menular seperti HIV, hepatitis, TBC, DM, HT. 5. Riwayat kehamilan G1 P0 A0, umur kehamilan 38 minggu lebih 4 hari, ANC: 9x, presentasi kepala 6. Riwayat persalinan Bayi baru lahir post SC a/i gagal vakum 1x, bayi di vakum 1x±15 menit kemudian gagal. 1 jam sebelum lahir direncanakan SC, bayi lahir secara SC, bayi tidak langsung nangis, nafas tidak spontan, air ketuban hijau, APGAR Score: 1-2-3. APGAR Score 1 menit 5 menit 10 menit 1. Appearance/ warna kulit 0 0 1 2. Pulse/ nadi 1 1 1 3. Grimace 0 0 0 4. Respiratory 0 1 1 5. Activity/ tonus otot 0 0 0 TOTAL 1 2 3   C. ANALISA DATA DATA ETIOLOGI PROBLEM DS : - DO: - Terlihat sianosis - Ada bunyi ronkhi pada auskultasi paru - RR : 55x/mnt Penumpukan sekret Bersihan jalan nafas tidak efektif DS : - DO : - S : 35,5OC - Terlihat pucat, agak sianosis - Akral teraba dingin Terpajan lingkungan dingin hipotermia DS : - DO: - WBC : 26.19 10^3/uL - tampak bekas luka di kaput ektrasi - tali pusat masih basah - terpasang infus umbilikal Prosedur invasif Resiko infeksi D. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret 2. Hipotermi b.d terpajan lingkungan dingin 3. Resiko infeksi b.d prosedur invasif  I. RENCANA KEPERAWATAN No.DP Tujuan dan KH ( NOC) Intervensi ( NIC ) TTD 1 Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 1x15 menit di harapkan bersihan jalan nafas efektifdengan KH : - Tidak ada secret - Tidak sianosis - Tidak ada bunyi tambahan - RR dapat dipertahankan 30 –60 x/mnt - Dapat menangis keras - Tak tampak retraksi dinding dada  Cek dan observasi KU dan TTV  Atur posisi untuk memaksimalkan ventilasi  Lakukan pengisapan menggunakan suction  Beri oksigen sesuai program 2 Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di harapkan hipotermi teratasi dengan KH : Suhu tubuh bayi normal 36-37OC  Akral hangat  Tidak sianosis  Tidak pucat  Cek dan observasi KU dan TTV  Selimuti bayi dan gunakan tutup kepala  Gunakan pakaian hangat dan kering  Tempatkan bayi dalam incubator  Pelihara suhu lingkungan stabil  cek dan pantau suhu 3 Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di harapkan resiko infeksi tidak terjadi dengan KH : - Tidak di temukan tanda-tanda infeksi - Suhu tubuh normal - Leukosit turun atau normal(4,8-10,8)  Cek dan observasi KU dan TTV  Pantau tanda dan gejala infeksi  Cuci tangan sesudah dan sebelum melakukan tindakan  Gunakan teknik aseptic dan antiseptic  Kolaborasi pemberian antibiotik  Pantau hasil lab(WBC) J. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN No.DX Implementasi Respon TTD 1  Mengobservasi KU dan mengecek TTV  Melakukan suction  Melanjutkankan terapi headbox  Mengganti popok, membedong dengan kain yang kering, menutupi kepala dengan kain kering, tetap menempatkan bayi didalam inkubator dan memberikan lampu penghangat untuk kehangatan bayi  Memelihara suhu ruangan dan lingkugan tetap stabil  Memantau tanda dan gejala infeksi  Memberikan terapi injeksi amicillin 140mg dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan  Memberikan imunisasi Hbo diawali dengan cuci tangan dan diakhiri dengan cuci tangan  Mengukur TTV  Mengukur dan memantau KU  Mengukur TTV  Mengganti popok dan bedong  Mengobservasi KU bayi  Mengganti popok dan bedong  Memberikan terapi injeksi ampicillin 140 mg  KU lemah, TTV : S: 35,70C N: 125x/m, RR:47x/m.  Lendir dihisap sampai bersih dantidak ada suara tambahan  Terapi headbox 10L x/mnt lancar  Bayi dibedong, dikepala tertutup kain, tersorot lampu untuk kehangatan tubuhnya didalam inkubatotor  Suhu ruangan inkubator 29,8 0C  Tidak ada tanda-tanda infeksi yang muncul  Injeksi ampicillin 140mg masuk dan bayi tidak menangis saat disuntik  Imunisasi Hbo masuk  N : 128 x/m, S : 35,80C, RR : 45 x/m - KU: lemah S : 36,20C, N: 114x/m, RR : 45 x/m  Bayi dibedong dan diganti popok dengan kain yang diganti - KU : lemah  Popok dan bedong bayi sudah diganti dengan kain yag kering  Injeksi ampicillin 140 mg masuk dan bayi menangis saat disuntik  Mengukur TTV  Menyeka bayi dan merawat tali pusat  Mengobservasi KU  Mengganti popok dan bedong  Memberikan inj. Ampicilin 140 mg  Mengukur TTV  Mengobservasi KU  Memberikan minum pengganti asi  Mengukur TTV  Memberikan minum  Memasang NGT  Memberi minum  Mengobservasi KU  Memberikan inj. Ampicilin 140 mg  Memberikan minum dan mengecek residu  Memberikan minum dan mengecek residu  Mengukur TTV  Menyeka bayi, dressing infus, dan merawat tali pusat  Memberi minum dan mengecek residu  S : 35,50C, RR : 37 x/m, N : 86 x/m  Bayi menangis saat disekah, tali pusat bersih tetapi masih basah  KU : Lemah  Bayi terpakai popok dan bedong dengan kain kering  Injeksi ampicillin 140 mg  S: 35,80C, N: 100 x/mnt, RR: 40 x/mnt  KU lemah -  Mengobservasi KU  Mengganti popok  Mengukur TTV  Mengobservasi KU  Mengganti popok  Mengukur TTV  Mengobservasi KU  KU lemah, menangis  BAK  S: 37OC, N: 139 x/mnt, RR: 36 x/mnt  KU lemah  BAB dan BAK  S:36,9OC, N:140 x/mnt. RR: 45 x/mnt  KU lemah, kembung, gumoh   K. EVALUASI KEPERAWATAN No.DP SOAP TTD 1 S : - O:  Masih agak terlihat sianosis, pucat, akral agak teraba dingin  KU : Lemah, bayi menangis keras - N : 128 x/m, S : 35,8 0C, RR : 45 x/ A: masalah bersihan jalan nafas teratasi sebagian, hipotermi, resiko infeksi teratasi sementara ditandai dengan suhu meningkat menjadi 35,8 0 C, masih sianosis P : pertahankan intervensi sampai tercapai kriteria hasil Pantau KU dan TTV Berikan terapi injeksi dan lanjutkan terapi oksigen sesuai program Pantau tanda-tanda infeksi 2 S : - O : KU : Lemah S : 36,2 0 c, N : 114 x/m, RR : 45 x/m. Tidak sianosis, pucat berkurang, akral masih hangat Tidak ada tanda-tanda infeksi A : hipotermi teratasi sementara, resiko infeksi teratasi sementara P : pertahankan intervensi memberikan kehangatan 3 S : - O : Masih pucat, sianosis Akral teraba dingin, S : 35,10C, N : 86 x/m, RR : 37 x/m KU : Lemah A : hipotermi, resiko infeksi teratasi sementara P : pertahankan intervensi Monitor KU dan TTV Selimuti bayi dan gunakan tutup kepala Gunakan pakaian hangat dan kering Tempatkan bayi dalam incubator Pelihara suhu lingkungan/Inkubatorstabil Cuci tangan sesudah dan sebelum melakukan tindakan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. DAFTAR PUSTAKA A. Aziz Alimul Hidayat, Pengantar Ilmu Keperawatan 1, Jakarta, 2009, Salemba Medika Anik Maryunani, Asuhan Bayi Baru Lahir Normal, Jakarta, 2008, Trans Info Media, Jakarta Ai Yeyeh Rukiah dan Lia Yulianti, Am. Keb,MKM, Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita, Jakarta, 2007, Trans Info Media Jakarta Doenges E Marilynn. Rencana Asuhan Keperawatan; Jakarta, 1993. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Wong Donna L, dkk. Buku Ajar Keperawatan Pediatri, Edisi 6 vol 2; Jakarta, 2009. Penerbit Buku Kedokteran ECG.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENGOBATAN HERBAL

OBAT SAKIT GIGI TRADISIONAL

  Obat Sakit Gigi Tradisional Penyebab sakit gigi bisa beberapa hal, diantaranya gigi berlubang, retak, terkikis, kebanyakan makan permen ka...