BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Saat ini banyak sekali penyakit yang baru pada saluran
pernafasan dan penyebabnya bermacam-macam, ada di sebabkan oleh virus, bakteri,
dan lain sebagainya. Dengan penomena ini harus menjadi perhatian bagi kita
semua. Salah satu penyakit pada saluran pernafasan adalah pneumonia. Penyakit
Pneumonia sering kali diderita sebagian besar orang yang lanjut usia (lansia)
dan mereka yang memiliki penyakit kronik sebagai akibat rusaknya sistem
kekebalan tubuh (Imun), akan tetapi Pneumonia juga bisa menyerang kaula muda
yang bertubuh sehat. Saat ini didunia penyakit Pneumonia dilaporkan telah
menjadi penyakit utama di kalangan kanak-kanak dan merupakan satu penyakit
serius yang meragut nyawa beribu-ribu warga tua setiap tahun. (Jeremy, dkk,
2007, Hal 76-78).
Penanggulangan penyakit Pnemonia menjadi fokus
kegiatan program P2ISPA (Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Program ini mengupayakan
agar istilah Pnemonia lebih dikenal masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan
penyuluhan dan penyebaran informasi tentang penanggulangan Pnemonia. Program
P2ISPA mengklasifikasikan penderita kedalam 2 kelompok usia:
Usia dibawah 2 bulan (Pnemonia Berat dan Bukan
Pnemonia) Usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun (2 bulan - Pnemonia, Pnemonia
Berat dan Bukan Pnemonia ). Klasifikasi Bukan-pnemonia mencakup kelompok balita
penderita batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan
tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Penyakit
ISPA diluar pnemonia ini antara lain: batuk-pilek biasa (common cold),
pharyngitis, tonsilitis dan otitis. Pharyngitis, tonsilitis dan otitis, tidak termasuk
penyakit yang tercakup dalam program ini.
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena
angka kematiannya tinggi, tidak saja dinegara berkembang, tapi juga di negara
maju seperti AS, Kanada dan negara-negara Eropah. Di AS misalnya, terdapat dua
juta sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian
rata-rata 45.000 orang (S. A. Price, 2005, Hal 804-814).
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah
mempertinggi angka kematian. Gejala Pneumonia adalah demam, sesak napas, napas
dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran
hasil ronsen memperlihatkan kepadatan pada bagian paru
Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan luman. Tapi akibatnya fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang untuk oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikoplasma ( bentuk peralihan antara bakteri dan virus ). Bakteri yang umum adalah streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, Klebsiella Sp, Pseudomonas sp,vIrus misalnya virus influensa(Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-78)
Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan luman. Tapi akibatnya fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang untuk oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikoplasma ( bentuk peralihan antara bakteri dan virus ). Bakteri yang umum adalah streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, Klebsiella Sp, Pseudomonas sp,vIrus misalnya virus influensa(Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-78)
Dari uraian di atas, maka kelompok tertarik untuk
membahas tentang ”Asuhan keperawatan pada klien dengan Pneumonia”
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan pneumonia.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar teoritis penyakit pneumonia
b. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan
pneumonia, yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, dan intervensi.
c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan pneumonia, yang
meliputi ppengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementsi, dan
evaluasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Pneumonia adalah infeksi saluran
pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomis,
pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia
interstiasialis dan bronkopneumonia (Arif mansjoer, 2001, Hal 446 ).
Pneumonia adalah proses
inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agen infeksius.
Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering mengakibatkan kematian.
Pneumonia disebabkan terapi radiasi, bahan kimia dan aspirasi. Pneumonia
radiasi dapat menyartai terapi radiasi untuk kanker payudara dan paru, biasanya
enam minggu atau lebih setelah pengobatan sesesai. Pneoumalitiis kimiawi atau
pneumonia terjadi setelah menjadi kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi.
Jika suatu bagian substasial dari suatu lobus atau yang terkenal dengan
penyakit ini disebut pneumonia lobaris (Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-78).
Pneumonia adalah peradangan akut
parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. ( S. A. Frice. 2005,
Hal 804)
B. KlasifikasI
Tiga klasifikasi pneumonia.
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a.
Pneumonia komuniti
(community-acquired pneumonia).
b.
Pneumonia nosokomial,
(hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia).
c.
Pneumonia aspirasi.
d.
Pneumonia pada penderita
immunocompromised.
(Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-78) .
2. Berdasarkan bakteri penyebab:
a.
Pneumonia Bakteri/Tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering
diistilahkan dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang
siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum
alkohol, pasien yang terkebelakang mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita
penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem
kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena
penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat
berkembang biak dan merusak paru-paru. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan
dari lobus paru-paru, atau pun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima
lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi
terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang
paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut. Gejalanya Biasanya
pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu
minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada
saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus
(cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam
paru-paru (Soeparman, dkk, 1998, Hal 697).
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang
seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik,
staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal.
Disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia (Soeparman, dkk, 1998, Hal
697).
3. Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia virus
adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri hemofilus influenza yang bukan
penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan pneumonia juga). Gejalanya
Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu
demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita
menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi
disertai membirunya bibir. Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi
pneumonia karena bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi bakterial.
Salah satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir yang
kental dan berwarna hijau atau merah tua (S. A. Price, 2005, Hal 804-814).
4. Berdasarkan predileksi infeksi:
a.
Pneumonia lobaris, pneumonia yang
terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan
maupun kiri.
b.
Pneumonia bronkopneumonia
Pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada
berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau
bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia,
kantong udara paru-paru penuh dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan
demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan
mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita
kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah
terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika demikian
keadaannya, tentu tambah sukar penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi
demikian sudah beraneka macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh. (S.
A. Price, 2005, Hal 804-814)
C. Etiologi
Penyebab Pneumonia adalah
streptococus pneumonia dan haemophillus influenzae. Pada bayi dan anak kecil
ditemukan staphylococcus aureus sebagai penyebab pneumonia yang berat, dan
sangat profesif dengan mortalitas tinggi. (Arif mansjoer, dkk, Hal 466)
1. Bakteri:
stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter
2. Virus: virus influenza,
adenovirus
3. Micoplasma pneumonia.
D. Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia didapat
melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa mekanisme yang pada keadaan
normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung,
atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran
napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan
berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik,
dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi
maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus
dan organisme-organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat
menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis
kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis
yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus
atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut,
partikel infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan
anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus
pada saluran napas bagian atas.
Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian
bawah dan menyebabkan pneumonia virus. Kemungkinan lain, kerusakan yang
disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal dapat menyebabkan
bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah.
Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada
keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang
ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di
udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella,
campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi
melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau
bakteremia/viremia generalisata. Setelah mencapai parenkim paru, bakteri
menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit
fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti
infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris
yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan
inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan
interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran
napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis (S. A. Price, 2005, Hal 804-814).
E. Manifestasi Klinik
Secara umum dapat di bagi menjadi:
a.
Manifestasi non spesifik infeksi
dan toksisitas berupa demam (39,5 ºC sampai 40,5 ºC). , sakit kepala, iritabel, gelisah,
malaise, nafsu makan kurang keluhan gastrointestinal.
b.
Gejala umum saluran pernapasan
bawah berupa batuk, takipnuea (25 – 45 kali/menit), ekspektorasi sputum, nafas
cuping hidung, sesak napas, air hinger, merintih, sianosis. Anak yang lebih
besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan
lutut tertekuk karena nyeri dada.
c.
Tanda pneumonia berupa retraksi
(penarikan dinding dada bawah kedalam saat bernapas bersama dengan peningkatan
frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dan
ronki.
d.
Tanda efusi pleura atau empiema,
berupa gerak ekskusi dada tertinggal di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus
melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler tepat di atas batas cairan,
friction rup, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri bekurang bila efusi
bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku duduk / meningimus (iritasi
menigen tanpa inflamasi) bila terdaat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen
(kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan
bawah).
e.
Pada neonatus dan bayi kecil
tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan
pekak perkusi.
f.
Tanda infeksi ekstrapulmonal.
(Arif mansjoer,
dkk, 2001, Hal 466)
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial);
dapat juga menyatakan abses) luas /infiltrasi, empiema (stapilococcos),
infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau penyebaran/perluasan
infiltrasi nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada
mungkin bersih.
2. GDA/nadi oksimetris : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas
paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
3. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat diambil biosi
jarum, aspirasi transtrakea, bronkoskofi fiberobtik atau biosi pembukaan paru
untuk mengatasi organisme penyebeb. Lebih dari satu organise ada : bekteri yang
umum meliputi diplococcos pneumonia, stapilococcos, aures A.-hemolik
strepcoccos, hemophlus influenza : CMV. Catatan : keluar sekutum tak
dapat di identifikasikan semua organisme yang ada. Kultur darah dapat
menunjukan bakteremia semtara
4. JDL : leokositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi
pada infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan
berkembangnya pneumonia bakterial.
5. Pemeriksaan serologi: mis, titer virus atau legionella,aglutinin dingin.
membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
6. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps
alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain. Mungkin terjadi
perembesan (hipoksemia)
7. Elektrolit : Natrium dan Klorida mungkin rendah
8. Bilirubin : Mungkin meningkat.
9. Aspirasi perkutan / biopsi jaringan paru terbuka : dapat menyatakan
jaringan intra nuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMP ; kareteristik
sel rekayasa(rubela))
(Marlyn E. Dongoes, 1999, ASKEP, Hal 164-174).
(Marlyn E. Dongoes, 1999, ASKEP, Hal 164-174).
I.
Komplikasi Pneumonia
Abses kulit, abses jaringan
lunak, otitis media, sinus sitis, meningitis pururental, perikarditis dan
epiglotis kaang ditemukan pada infeksi H. Influenzae tipe B. (Arif mansjoer,
2001, Hal 467).
J.
Pencegahan dan faktor
resiko
Dengan mempunyai pengetahuan
tentang faktor-faktor dan setuasi yang umumnya menjadi redispredisposisi
individu terhadap pnumonia akan membantu untuk mengidentifikasi psien-pasien
yang beresiko terhadap pneumonia. Tindakan preventif memberikan perawatan
antisipatif dan preventif adalah tindakan perawatan yang penting(Suzanne C.
Smeltzer,dkk , Hal 573).
Setiap kondisi yang menghasilkan
lendir atau obstruksi bronkial dan mengganggu draniase normal paru menahun
(PPOM) meningkat kerentanan pasien terhadap pneumonia. Tindakan preventif
:tingkankan batuk dan pengaluaran sekresi.
Pasien imunosupresif dan mereka
dengan jumlah neutrofi rendah (neutropeni) adalah mereka yang berisik. Tindakan
preventif : lakukan tindak kewaspadaan khusus terhadap infeksi.
IndIvidu yang merokok
berisik, kerena asap rokok mengganggu baik aktifitas mukosiliari dan makrofag. Tindaka
preventif : ajurkan individu untuk berhenti merokok.
Setiap pasien yang diperbolehakan
berbaring secara pasif di tempat tidur dalam waktu yang lama yang secara
relatif imobil dan bernafas dangkal berisiko terhadap bronkopneumonia. Tinadakan
preventif : sering mengubah posisi.
Setiap individu yang
mengalami depresi reflek batuk (karna medikasi, keadaan yang melemahkan atau
otot-otot pernafasan lemah), telah mengaspirasi benda asing ke dalam paru-paru
selama periode tidak sadar (cedera kepala,anestesia), atau mempunyai mekanisme
menelan abnormal adalah mereka yang hampir pasti mengalami
bronkopneumonia. Tindakan preventif : penghisan trakeobronkial, sering mengubah
posisi, bijakan dalam memberikan obat-obat yang meningkatkan resiko aspirasi
dan terafi fisik dada.
Setiap pasien yang dirawat dengan
regimen NPO (dipuasakan) atau mereka yang mendapat antibiotik mengalami
peningkatan kolonisasi organisme faring dan berisiko. Tindakan preventif :
tingakan higiene oral yang teratur.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A.
Pengkajian
1. Biodata / Data Biografi
Identitas Klien:
Nama
: An. M.R
Umur : 3 Bulan
Agama : Islam
Ruang Rawatan
: Ruang Anak
No. RM : 485722
Tgl Masuk : 6-4-2018
Dx Medis : Pneumonia
2. Riwayat Kesehatan/keperawatan
a. Keluhan utama/alasan masuk RS
An.
M.R dibawa ke RS Cut Meutia melaluo Ruang UGD dengan keluhan batuk-batuk dan sesak napas
.
3. Pemeriksaan
Fisik
a.
TTV : DBN :
T: 37ºc
R: 45x/m
N: 145x/m
B. Analisa Data :
Nama
klien
: An. M.R
Ruang rawat
: Ruang Anak
Diagnosa medik
: Pneumonia
|
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
|
1.
|
DS:
-
Keluarga
Klien mengatakan batuk dan sesak napas
-
Keluarga
Klien mengatakan batuk
-
Keluarga
Klien mengatakan dahaknya terasa lengket di tengorokkan
-
Keluarga
Klien Mengatakan Kesulitan bernapas
DO:
- Keluarga Klien tampak
kesulitan bernapas
- TTV:
T: 37ºc
R: 45x/m
N: 145x/m
Pernafasan Cuping Hidung
- Takipnea (+)
- Dispnea (+)
- Pernafasan dangkal
- Penggunaan otot bantu pernafasan (+)
- Perfusi paru redup
- Premetus menurun pada kedua
paru
- Bunyi nafas bronkial, kreleks (+),
stridor (+)
|
Inflamasi trakeo bronkial dan farenkim paru, pembentukkan edema dan
peningkatan produksi sputum.
|
Bersihan Jalan nafas tidak efektif
|
|
2.
|
DS:
- Keluarga Klien mengatakan
nyeri dada
- Keluarga Klien mengatakan
sakit kepala
- Keluarga Klien mengatakan
sendi nyeri
DO:
- Klien tampak meringis kesakitan akibat nyeri
- Klien tampak memegang di daerah dada dan melindungi
daerah yang sakit
- TTV:
T: 37ºc
R: 45x/m
N: 145x/m
|
Inflamasi parenkim paru, reaksi
seluler terhadap sirkulasi toksin dan batuk menetap.
|
Nyeri
|
|
3.
|
DS:
-
Keluarga
Keluarga Klien mengatakan batuk berdahak
-
Keluarga Klien mengatakan
An. M.R tidak nafsu makan
-
Keluarga mengatakan Klien mual
-
Keluarga Klien mengatakan Anaknya lemah
DO:
- Klien tampak lemah
- Kulit klien tampak kering
- BB : 61 kg
- TTV:
T: 37ºc
R: 45x/m
N: 145x/m
- Akral dingin
- Kuku pucat dan sedikit sianosis
- Mukosa bibir kering dan pucat
|
Anoreksia, akibat toksin bakteri, bau dan rasa sputum
|
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
C. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea
bronchial, peningkatan produksi sputum
2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap
sirkulasi toksin dan batuk menetap.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
akibat toksin bakteri, bau dan rasa sputum
D. Asuhan Keperwatan (Nurse Care Planing / NCP)
|
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1.
|
Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea
bronchial, peningkatan produksi sputum
|
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
jalan nafas kembali efektif
|
- Batuk efektif
- Nafas normal
- Bunyi nafas bersih
- Sianosis
TTV : DBN :
T: 37ºc
R: 45x/m
N: 145x/m
|
Mandiri :
1. Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan
gerakan dada.
2. Auskultasi area paru, catat area
penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius, mis, krekels,
mengi stridor.
3. Bantu pasien latih napas sering
Tunjukan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk, mis., menekan dada dan
batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.
4. Penghisapan sesuai indikasi.
Kolaborasi :
6. Berikan obat sesuai indikasi: mukolitik,
ekspektoran, bronkodolator, analgesik.
Therapy:
Inf :
Asering 20 tts/i
Inj :
Defotaxime 150 mg
Ondametran 0,5
mg/12 jam
|
1. Takipnue pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi
karena ketidak nyamanan. Simetris yang sering terjadi karena ketidaknyamanan
gerakan dinding dada dan/ atau cairan paru.
2. Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi
napas bronkial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area
konsilidasi. Krekel, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan/atau
ekpirasi pada respon terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan spesme
jalan napas/obstruksi
3. Merangsang batuk atau pembersihan nafas secara
mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau
penurunan tingkat kesadaran.
4. Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan
mengeluarkan sekret
5. Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan
mengeluarkan sekret.
6. Alat untuk menurunkan spasme bronkus
dengan mobilisasi sekret, analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan
menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena
dapat menurunkan upaya batuk/menekan pernafasan.
|
|
2.
|
Nyeri berhubungan dengan
inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin dan batuk
menetap.
|
Nyeri berhubungan dengan
inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin dan batuk
menetap.
|
o Dispenea dan takipnea tidak ada
o Kesulitan bernafas tidak ada
o Akral hangat sianosis
o Kapilari refile kembali dalam 2-3 detik
o Gelisah tidak ada
o Penurunan kesadaran tidak ada
o Pucat dan sianosis tidak ada
o TTV : DBN :
T: 37ºc
R: 45x/m
N: 145x/m
|
Mandiri :
1. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya :tajam,
konstan, selidiki perubahan karakter / lokasi nyeri dan ditusuk.
2. Pantau tanda vital.
3. Berikan tindakan nyaman misalnya, pijatan
punggung, perubahan posisi, musik tenang, relaksasi atau latihan napas.
4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Kolaborasi :
5. Berikan analgesik dan atitusip
sesuai indikasi.
|
1. Nyeri dada biasanya ada dalam
beberapa derajat pada peneumonia,juga dapat timbul komplikasi pneumonia
seperti perikarditis dan indokarditis.
2. perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa
pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda
vital telah terlihat.
3. tindakan non analgesik diberikan dengan
sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidak nyamanan dan memperbesar efek
terapi analgesik.
4. Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi
dan mengeringkan membran mukosa, potensial ketidak nyamanan umum.
|
|
3.
|
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, akibat toksin bakteri dan rasa
sputum .
|
Setelah dilakuakn intervensi keperawatan selama 3 x 24 jan, diharapkan
kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
|
- Mual dan muntah
tidak ada
- BB stabil / tidak
turun atau tidak naik.
- Mukosa bibir
lembab.
- Turgor kulit
elastis.
- Peningkatan nafsu
makan.
- Nilai Lab : DBN :
* Hb : 14-18 gr/dl
* Albumin : 3,5-5,5 gr/dl
*Protein total : 6,0-8,0 gr/dl
|
Mandiri :
1. Identifikasi faktor yang menimbulkan
mual atau muntah misalnya: sputum banyak, pengobatan aerosol, dispenea berat,
nyeri.
2. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan
buang sesering mungkin. Berikan atau bantu.
3. Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1
jam sebelum makan.
4. Auskultasi bunyi usus. Observasi atau palpasi
distensi abdomen.
5. Berikan makan dengan pori kecil dan sring termasuk dengan
makan kering ( roti panggang ) dan makanan yang menarik untuk pasien.
6. Evaluasi status nutrisi umum, ukuran berat
badan dasar.
|
1. Pilihan intervensi terganggung pada penyebab
masalah.u kebersihan mulut setelah muntah, setelah
tindakan aerosol dan drainase postur sebelem maka.
2. Menghilangkan tanda bahaya, rasa bau, dari lingkungan
pasien dan dapat menurunkan mual.
3. Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan
pengobatan ini.
4. Bunyi usus mungkin menurun / tak ada bila proses
infeksi memanjang. Distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara atau
menunjukkan pengaruh toksin, bakteri pada saluran GI.
5. Tindakan ini dapat meningkatka masukkan meskipun
nafsu makan mungkin lambat untuk kembali.
6. Adanya kondisi kronis (PPOM atau alkoholisme) atau keterbatasan
keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap innfeksi
lambatnya respon terhadap terapi.
|
CATATAN PERKEMBANGAN
|
Diagnosa Keperawatan
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
|
|
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea
bronchial, peningkatan produksi sputum.
|
1. Mengkaji frekuensi/kedalaman
pernapasan dan gerakan dada.
Dengan Hasil : RR = 32x/i, pernapasan cepat dan dangkal, fremitus menurun pada
kedua paru.
2. Mengukur TTV
Dengan hasil :
T: 37ºc
R: 45x/m
N: 145x/m
3. Mengauskultasi area paru, mencatat area
penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius, mis, krekels,
mengi stridor.
Dengan hasil : bunyi nafas bronkial, krekels, mengi, dan srtidor ada.
4. Membantu pasien
latihan napas dan mengajarkan melakukan batuk efektif, Dengan Hasil :
Klien dapat melakukan batuk efektif dan mengeluarkan dahak.
5. Melakukan Penghisapan sekret
sesuai indikasi.
Dengan Hasil : sekret bisa keluar
6. Memberikan obat sesuai
indikasi: mukolitik, ekspektoran, bronkodolator, analgesik.
7. Memberikan
oksigen sesuai indikasi
8. Membantu bronkostropi
sesuai indikasi
Dengan Hasil : Perlengketan mukosa teratasi
|
S :
- Keluarga mengatakan klien sudah dapat mengeluarkan dahak
- keluarga mengatakan klien sesaknya sudah berkurang
O:
- Keluarga
mengatakan Klien dapat mengeluarkan dahaknya
- Krekels dan stredor (+)
- Dispnea berkurang
- TTV:
T: 37ºc
R: 45x/m
N: 145x/m
A : Masalah teratasi sebagian : klien dapat mengeluarkan dahak dengan
efektif dan sesak nafas berkurang.
P : Intervensi dilanjutkan :
- Kaji frekuensi kedalaman nafas
- Pantau terus TTV
- Auskultasi area paru
- Ingatkan kembali pasien untuk latihan nafas dan
batuk efektif
- Lanjutkan
pemberian obat sesuai indikasi
- Lanjutkan
pemberian oksigen sesuai indikasi
- Awasi GDA
|
|
|
2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler
terhadap sirkulasi toksin dan batuk menetap.
|
1. Mententukan karakteristik nyeri,
misalnya : tajam, konstan, selidiki perubahan karakter / lokasi nyeri
dan ditusuk.
Dengan Hasil : Nyeri Konstan dan lokasi di bagian dada.
2. Memantau tanda vital
Dengan hasil :
T: 37ºc
R: 45x/m
N: 145x/m
3. Memberikan tindakan nyaman misalnya, pijatan
punggung, perubahan posisi, musik tenang, relaksasi atau latihan napas.
Dengan Hasil: Pasien sudah merasa agak nyaman
|
S :
- Keluarga mengatakan Klien nyeri berkurang
- Keluarga mengatakan Klien badannya masih lemah
O:
- Keluarga
mengatakan Klien tampak agak nyaman
- Gelisah berkurang
- Dispneu berkurang
- TTV:
T: 37ºc
R: 45x/m
N: 145x/m
- Mukosa bibir
masih kering dan pucat
- Dispnea (+)
- Perfusi paru
redup
- Premetus menurun
pada kedua paru
o Akral hangat sianosis
o Kapilari refile kembali dalam 2-3 detik
o Klien masih pucat dan sianosis
A : Masalah teratasi sebagian : klien mengatakan nyeri berkurang, klien
merasa agak nyaman.
P : Intervensi dilanjutkan :
- Kaji terus karekteristik nyeri
- Pantau terus TTV
- Ingatkan kembali pasien untuk latihan
nafas dan batuk efektif
- Lanjutkan pemberian obat sesuai indikasi
|
|
|
3 . Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, akibat toksin bakteri dan rasa sputum
|
1. Mengidentifikasikan faktor yang
menimbulkan mual atau muntah misalnya: sputum banyak, pengobatan aerosol,
.dispenea berat, nyeri.
Dengan Hasil : Klien mual dan
muntah disebabkan sputum banyak.
2. Memberikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin.
Dengan Hasil : Klien membuang dahaknya di
wadah
3. Menjadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Dengan
Hasil:
4. Mengauskultasikan bunyi usus. Observasi atau palpasi distensi abdomen.
Dengan Hasil: Terdapat bising usus
5. Memberikan makan dengan pori kecil dan sering termasuk dengan makan
kering ( roti panggang ) dan makanan yang menarik untuk pasien.
Dengan Hasil: Klien mau makan dalam porsi
kecil
6.
Mengevaluasikan status nutrisi umum, ukuran berat badan dasar.
Dengan Hasil:BB : 61 Kg
|
S:
-
keluarga mengatakan klien batuk berdahak
-
keluarga mengatakan klien dahaknya terasa lengket ditenggorokkan
-
keluarga mengatakan klien tidak nafsu makan dan hanya mampu menghabiskan ½
porsi setiap kali makan (pagi,siang dan malam)
-
keluarga mengatakan klien mual
-
keluarga mengatakan klien lemah
O:
-
keluarga mengatakan klien tampak lemah
-
Klien tampak hanya mampu
mengabiskan makanan ½ porsi setiap kali makan
-
Kulit klien tampak kering
-
Akral hangat
-
Kuku pucat dan sedikit sianosis
-
Mukosa bibir kering dan pucat
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi Keperawatan dilanjutkan
-
Indentifikasi mual
-
Menjadwalkan pengobatan
-
Memberikan makanan dengan porsi
kecil tapi sering
-
Evaluasi terus status nutrisi
|
|
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pneumonia adalah proses
inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agen infeksius.
Pneumonia dapat menjadi suatu infeksi yang serius dan mengancam nyawa. Ini
adalah benar terutama pada orang-orang tua, anak-anak, dan mereka yang
mempunyai persolan-persoalan medis lain yang serius, seperti COPD, penyakit jantung, diabetes, dan kanker-kanker tertentu. Untungnya, dengan penemuan dari banyak antibiotik-antibiotik
yang kuat, kebanyakan kasus-kasus dari pneumonia dapat dirawat dengan sukses.
Etiologi dari pneumonia paling umum ditemukan adalah disebabkan karena bakteri
streptococcus. Dan yang lebih banyak resiko terserang pneumonia adalah orang
tua, karena banyak sekali orang tua terdapat riwayat merokok.
B. Saran
Disarankan kepada penderita pneumonia untuk
menghindari faktor pencetus dan resiko yang bisa mengakibatkan penyakit
bertambah parah. Penderita pneumonia disarankan untuk menghindari merokok,
tidak meminum minuman yang mengandung alkohol, dan menerapkan pola hidup sehat
DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansjoer. 2001. Kapita
Selekta Kedokteran Jilid 1. EGC : Jakarta.
Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan
Medikal Bedah Edisi 8, Vol. 1, EGC, Jakarta.
Doenges, Marilynn, E. dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi
3. EGC, Jakarta
Jeremy, dkk. 2005. At a Glance Sistem Respirasi,
Edisi 2. Erlangga : Jakarta
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine. 2005. Patofisiologi
Jilid 2, Edisi 4. EGC : Jakarta.
Soeparman, dkk. 1998. Ilmu Penyakit Dalam jilid II. FKUI : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar