BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi
sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga
sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang
menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang
demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut
yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena
adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi
saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan.
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada
golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di
bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering
didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena
pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan
laki-laki. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif
dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan
kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien
sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas
asuhan keperawatan pada kejang demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas
kejang, melindungi pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan
harga diri yang positif, memberikan informasi kepada keluarga
tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya.
B. Tujuan
Tujuan dibuatnya laporan tugas mandiri ini adalah
untuk mengetahui secara jelas anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang
harus digunakan, etiologi, epidomologi, patofisiologi, diagnosis differential,
penatalaksanaan, prognosis pada anak kejang demam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu
badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. Derajat tinggi
suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius
atau lebih suhu rektal. Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari
sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke
neuron sekitarnya atau dari substansia grasia ke substansia alba yang
disebabkan oleh demam dari luar otak.
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron
secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi
atau memori yang bersifat sementara. Kejang demam adalah serangan pada anak
yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam. Kejang demam sering juga
disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia
di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia
yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. Dari pengertian diatas
dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena
peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara
umur 6 bulan dan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang
disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam
kejang demam. Kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang demam fokal, lebih dari 15 menit,
atau berulang dalam 24 jam. Pada kejang demam sederhana kejang bersifat umum,
singkat, dan hanya sekali dalam 24 jam.
B. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal, membran sel
neuron dapat dilalui oleh ion K, ion Na, dan elektrolit seperti Cl. Konsentrasi
K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel
neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial
membran dari sel neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan
sel.
Perbedaan potensial membran sel neuron disebabkan
oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya
mekanis, kimiawi, aliran listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologis dari membran sendiri
karena penyakit atau keturunan.
Pada
keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan metabolisme
basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada seorang anak
yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, sedangkan
pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat
terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran tadi, dengan
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang.
Tiap
anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang telah
terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak dengan ambang kejang
tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang
kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada
tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang
demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (>15
menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab
hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permebealitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan
pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapatkan serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi
serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelaian anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
C. PROGNOSIS
Dengan
penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian, resiko seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung faktor :
1. Riwayat penyakit kejang
tanpa demam dalam keluarga
2. Kelainan dalam perkembangan
atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
3. Kejang yang berlangsung lama
atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit
2 dari 3 faktor tersebut di atas, di kemudian hari akan mengalami serangan
kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat satu atau tidak
sama sekali faktor tersebut, serangan kejang tanpa demam 2%-3% saja (“Consensus
Statement on Febrile Seizures 1981”).
D. GAMBARAN KLINIS
Serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat
dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, fokal, atau
akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak
memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang
dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh
hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering terjadi
pada kejang demam yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung
beberapa menit sampai lebih dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam
tersebut. Sedangkan frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai
lebih dari 2 kali sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai
lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit.
Gejalanya berupa:
a. Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu
tubuh yang tejradi secara tiba-tiba)
b. Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit
(hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam)
c. Postur tonik (kontraksi dan
kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik)
d. Gerakan klonik (kontraksi dan
relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit)
e. Lidah atau pipinya
tergigit
f. Gigi atau rahangnya terkatup
rapat
g. Inkontinensia (mengompol)
h. Gangguan pernafasan
i.
Apneu (henti
nafas)
j.
Kulitnya
kebiruan
Setelah mengalami kejang,
biasanya:
a. akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit
atau tertidur selama 1 jam atau lebih
b. terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
c. mengantuk
d. linglung (sementara dan sifatnya ringan)
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut
Ngastiyah (1997: 232-235) dan Hassan & Alatas (195: 850-854) ada 4 faktor
yang perlu dikerjakan :
1. Segera diberikan diezepam
intravena dosis rata-rata 0,3mg/kg ≥ 10 kg = 10 mg
a. Bila kejang tidak berhenti tunggu
15 menit atau diazepam rektal dosis ≤ 10 kg = 5mg/kg dapat
diulangi dengan dosis/cara yang sama.
b. Kejang berhenti berikan
dosis awal fenobarbital
neonatus =30 mg IM
1 bln-1 thn=50 mg IM
>1 thn=75 mg IM
Pengobatan rumat
4 jam kemudian
Hari I+II = fenobarbital
8-10 mg/kg dibagi dlm 2 dosis
Hari berikutnya =
fenobarbital 4-5 mg/kg dibagi dlm 2 dosis
Bia diazepam tidak tersedia
langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal selanjutnya diteruskan dengan
dosis rumat.
2. Membebaskan jalan nafas,
oksigenasi secukupnya
3. Meurunkan panas bila demam
atau hipereaksi, dengan kompres seluruh tubuh dan bila telah memungkinkan dapat
diberikan parasetamol 10 mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB
4. memberikan cairan yang cukup
bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit) dengan IV : D5 1/4, D5
1/5, RL.
Ada juga penatalaksanaan
yang lain yaitu:
a. Bila etiologi telah
diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat
hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara
intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 %
sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya
disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi.
Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena
tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap
sebelum minum susu.
b. Bila kejang tidak hilang,
harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis
0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati
terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant
dapat muncul.
c. Pengobatan dengan
antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau
hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir
adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang
rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena
asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg, kg BB IV berikan
dalam 2 dosis selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau
jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan
efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya.
Disamping itu pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi
pusat pernafasan karena zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang
dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1.
Biodata.
Identitas klien : An. FA
Umur : 8 Bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama :
02-06-2014
Tanggal masuk :
02-06-2014
Diagnosa medis : kejang demam
No register : 1104716
2.
Riwayat Kesehatan.
a.
Keluhan Utama.
Klien selama kurang lebih 1minggu batuk, pilek, kejang 6 kali selama 10 menit setelah kejang klien suhu tubuhnya panas sampai 38,20 C.
3.
Riwayat Penyakit Sekarang.
Klien datang dengan
keluhan demam tinggi dan disertai kejang sebanyak 6 kali, diikuti suhu tubuh
yang tinggi kurang lebih 1,5 jam, setelah kejang klien minta BAB, BAB cair
berampas, dibawa ke rumah sakit RSUD Cut Meutia ke UGD dalam keadaan lemah.
4.
Riwayat Penyakit Dahulu.
Menurut keterangan keluarga klien belum pernah menderita penyakit kejang seperti ini, biasanya cuma demam dan sembuh setelah minum obat turun panas dari Puskesmas atau dokter praktek terdekat.
5.
Riwayat Imunisasi.
Ibu anak mengatakan bahwa anaknya
sudah mendapat imunisasi secara lengkap yaitu : BCG, DPT, I, II, III, hepatitis
B, I, II, III, IV dan campak
6.
Pemeriksaan Fisik.
Dilakukan pada tanggal: 11-04-2018.
Keluhan Utama : Lemah
Kesadaran : Composmetis
TTV :N : 116 kali/menit
RR : 37x/menit
Suhu :
380C
BB : 8 kg
TB : 60 cm.
B. ANALISA DATA
|
NO
|
DATA
|
ETIOLOGI
|
MASALAH
|
|
1
|
DS:
ibu klien mengatakan
anaknya batuk, pilek, suhu tubuh panas.
DO:
wajah klien tampak merah
suhu tubuh klien 380C, nadi 88x/menit, RR:38x/menit
|
Proses
infeksi
|
hipertermi
|
|
2
|
DS:
ibu klien mengatakan sebelum masuk
rumah sakit klien mengalami kejang 6 kali disertai demam tinggi
DO:
anak tampak lemas
terpasang infus RL 20 tetes /
menit, wajah tampak tegang
|
kejang
|
Resiko tinggi
Kerusakan sel otak
|
|
3
|
DS:
ibu klien
mengatakan anaknya kurang lebih satu jam setelah kejang anaknya mencret
DO:
feses terlihat
cair,warna kuning, berampas, membran mukosa kering
|
Sering buang air besar
|
Resiko kurangnya volme cairan dan
elektrolit
|
C. DIAGNOSA KEPEREWATAN
1.
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi atau inflamasi.
2.
Resiko terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang.
3.
Resiko kurangnya volume cairan dan
elektrolit berhubungan dengan sering buang air besar dan muntah
D. INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
NO.
Dx
|
Tujuan
|
intervensi
|
rasionalisasi
|
|
1
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3 x 24 jam tidak terjadi hipertermi.
Dengan kriteria
hasil:
Suhu tubuh normal (36-370C), klien tidak demam
-klien tampak nyaman.
|
1.
Kaji tanda dan gejala adanya peningkatan suhu tubuh dan penyebabnya.
2.
Monitor TTV, suhu tiap 6 jam sekali
3.
Anjurkan klien banyak minum 2 –2,5 liter/24 jam
4.
Monitor intake dan output
5.
Anjurkan untuk memakai pakaian tipis dan menyerap keringat
6.
Memberimenyarankan tindakan keperawatan kompres air hangat dan pada ibu klien untuk memberi kompres sebagai penanganan pertama bila suhu tubuh anaknya tidak normal.
|
1.
Untuk mengidentifikasi pola demam klien
2.
Untuk acuan mengetahui Kesadaran umum Klien
3.
Menurunkan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupancairan yang banyak.
4.
Untuk Mengetahui ketidak seimbangan tubuh.
5.
Untuk menurunkan suhu tubuh.
6.
Untuk menurunkan suhu tubuh
|
|
2
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24jam tidak terjadi
terjadi kerusakan selotak dan tidakterjadi komplikasi.
Dengan kriteria hasil:
-tidak ada tanda tanda kejang
-peredaran darah lancar
-suplai oksigen lancar
-komplikasi otak tidak terjadi
-kerusakan sel otak tidak terjadi
|
1.
Atur kepala dan beri bantal yang empuk, beri posisi yang nyaman
2.
Longgarkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen.
3.
Lakukan tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran
4.
Kolaborasi pemberian tambahan O2
5.
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikas
|
1.
Mengarahkan Ekstremitas dengan hati-hati menurunkan resiko trauma secara fisik ketika klien kehilangan control terhadap otot volunter.
2.
Obat anti kejang yang dapat menstabilkan membran sel.
3.
Untuk fasilitasi usaha bernafas atau ekspansi dada
4.
Mencatat Keadaan posiktal dan waktu penyembuhan pada keadaan normal.
|
|
3
|
Setelah
dilakukan keperawatan 3x24 jam diharapkan Keseimbangan cairan dapat
dipertahankan dalam batas normal, tidak terjadi mencret dalam konsistensi normal.
Dengan kriteria hasil:
ü membran mukosa lembab
ü turgor elastis
ü berat badan tidak menunjukkan penurunan
|
1.
Mengkaji frekuensi defekasi, karakteristik jumlahdan factor pencetus.
2.
Mengkaji TTV.
3.
Mengkaji status hidrasi, mata, turgor kulit dan membran mukosa.
4.
Anak diistirahatkan.
5.
Kolaborasi dengan pemerian cairan parenteral.
6.
Pemberian obat anti Diare.
|
1.
Menetukan kebutuhan dan kehilangan cairan.
2.
Membantu Mengkaji kesadaran klien.
3.
Menetukan kehiangan dan kebutuhan
4.
Meningkatkan sirkulasi.
5.
Meningkatkan konsumsi yang lebih.
6.
Mencegah diare berlanjut
|
E. IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
|
NO DX
|
IMPLEMENTASI
|
PARAF
|
|
1
|
1.
mengkaji tanda dan gejala adanya peningkatan Suhu Tubuh dan penyebabnya.
R/suhu tubuh 38,2C
2.
meonitor TTV, suhu tiap 6 jam sekalI R/temp: 38,2C rr:37x/m n:116x/mnt
3.
menganjurkan klien banyak minum 2 –2,5 liter/24 jam
R/klien meminum sedikit demi sedikit
4.
Memoonitor intake dan output
5.
R/BAB 4 X, BAK 6 X
menganjurkan untuk memakai pakaian tipis dan menyerap keringat
6.
R/anak tampak nyaman
7.
menyarankan tindakan keperawatan kompres air hangat dan pada ibu klien untuk memberi kompres sebagai penanganan pertama bila suhu tubuhanaknya tidak normal.
R/ibunya mengerti dengan penjelasan
|
|
|
2
|
1.
mengatur kepala dan beri bantal yang empuk, beri posisi yang nyaman R/anak tampak nyaman
2.
melonggarkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen.
R/anak mau
melonggarkan pakaiannya
3.
melakukan tanda-tanda vital dan Tingkat kesadaran
R/s:38,2C, rr:37x/mnt, n:116 x/m ,
kesadaran: komposmetis
4.
mengkolaborasi pemberian tambahan O2
R/O2 sudah terpasang 2 liter
5.
mengkolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
6.
Mengkaji frekuensi defekasi, karakteristik
7.
Jumlah dan factor pencetus.
8.
Mengkaji TTV.
temp:38,2C,
rr:37x/mnt, n:116x/mnt
9.
Mengkaji status hidrasi, mata, turgor kulit dan membran mukosa.
R/ mata agak cekung, membran
mukosa kering
10.
Anak diistirahatkan
R/ menyuruh keluarga yang besuk untuk
keluar ruangan
11.
mengkolaborasi dengan pemerian cairan parenteral.
12. Pemberian obat anti diare.
|
|
|
3
|
1.
mengkaji tanda dan gejala adanya peningkatan Suhu Tubuh.
suhu tubuh 36,0C
2.
meonitor TTV, suhu tiap 6 jam sekali
temp: 36,0C rr:39x/m n:110x/mnt
3.
menganjurkan klien banyak minum 2 –2,5 liter/24 jam
klien meminum sedikit demi sedikit
4.
Memonitor intake dan output
BAB 2 X, BAK 6 X
5.
menganjurkan untuk memakai pakaian tipis dan menyerap keringat, anak tampak nyaman
|
F. EVALUASI
|
No Dx
|
EVALUASI
|
PARAF
|
|
1
|
S: Ibu klien mengatakan anak masih panas.
O: Suhu 370C, klien sudah tampak tenang.
A: masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan intervensi.
|
|
|
2
|
S: Ibu klien mengatakan anaknya tidak
Mengalami kejang lagi.
O: Tidak ada tanda-tanda kejang suplai
Oksigen mencukupi, peredaran darah
lancar.
A: Masalah teratasi sebagian.
P: intervensi dilanjutkan no. 9,10,11
|
|
|
3
|
S: Ibu klien mengatakan anaknya sudah tidak
BAB terus dan sudah tidak muntah.
O: BAB 2x sehari dengan konsistensi lembek
Tidak berampas, turgor kulit elastis,
Membran mukosa lembab, minum banyak.
A: Masalah teratasi.
P: intervensi dihentikan
|
|
|
1
|
S: Ibu klien mengatakan anak masih panas.
O: Suhu 36,80C, klien sudah tampak tenang.
A: masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan intervensi.
|
|
|
2
|
S: Ibu klien mengatakan anaknya tidak
Mengalami kejang lagi.
O: Tidak ada tanda-tanda kejang suplai
Oksigen mencukupi, peredaran darah
lancar.
A: Masalah teratasi.
P: intervensi dihentikan.
|
|
|
1
|
S: Ibu klien mengatakan anak tidak panas lagi
O: Suhu 360C, klien sudah tampak tenang.
A: masalah teratasi.
P: intervensi dihentikan
|
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kejang
demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu
rektal diatas 38 derajat celcius) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Infeksi virus saluran pernafasan atas, roseola
dan otitis media akut adalah penyebab kejang demam yang paling sering.
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor
yang perlu di kerjakan yaitu: memberantas kejang secepat mungkin, Pengobatan
penunjang, Memberikan pengobatan rumat, Mencari dan mengobati penyebab.
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat,
prognosisnya baik. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang
berkisar antara 25%-50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.
DAFTAR
PUSTAKA
Nelson.2000. Ilmu
Kesehatan Anak, edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
Hassan
Ruspeno, et all. Kejang Demam. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid II.
Ed.11. 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Sukandar.E.Y.(et
all).2009. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.
Frank
J. Domino, MD. The 5-Minute Cinical Consult. Philadelphia: Department of
Family Medicine and Community Health; 2008.
Abdul
Latief, et all. Pemeriksaan Neurologis. Diagnosis Fisis pada Anak.
Ed.2. 2009. Jakarta: CV Sagung Seto
Kee
JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi 6. Jakarta: EGC;
2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar